Motivasi
Dikisahkan sepasang kekasih yang tinggal di sebuah desa yang indah dan permai hidup rukun
menjalin benang-benang cinta. Kian hari bunga cinta mereka kian mekar nan indah mewangi.
Mereka berdua berjanji akan seia sekata dalam suka dan duka, setia sampai mati… Bahkan
sang gadis meminta sang pemuda untuk tidak menikah dengan wanita melainkan dirinya
seorang.
Masa-masa indah itu mereka lalui dengan berbunga rindu. Ya, masa-masa itu penuh dengan
kasih dan sayang, hidup mereka laksana di alam mimpi, tanpa beban dan penuh keluguan.
Maklum saja, mereka saat itu masih duduk di bangku SMU, saat-saat di mana jiwa mereka
bergelora dimabuk asmara, belum kenyang makan asam garam kehidupan. Tidak bertemu
sehari terasa seminggu, tak jumpa seminggu serasa sebulan, rindu sebulan seakan setahun,
dan seterusnya. Pendek kata dunia seakan milik mereka berdua…
Pada suatu hari setelah sang pemuda lulus SMU, dihadapkanlah ia pada pilihan yang sulit. Ia
harus meninggalkan kampung halamannya dan tentunya juga kekasih yang amat ia cintai
untuk mewujudkan cita-citanya. Maka dengan berat hati, sang pemuda pun pergi diiringi isak
tangis sang gadis. Ia pegang janji setia kekasihnya dengan penuh keyakinan bahwa kelak
pasti mereka akan bertemu kembali menyatukan cinta mereka. "Aku pergi hanya untuk
sementara. Aku akan kembali hanya untukmu. Tunggu aku pulang dan setialah padaku."
Demikianlah pesan sang pemuda pada kekasihnya. Sang gadis hanya mengangguk dengan
linangan air mata membasahi pipi.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, dan tahun-tahun berlalu pergi. Sang pemuda
menjalani hari-harinya di perantauan dengan memendam rindu. Cintanya ia jaga dan terus ia
pelihara hanya untuk kekasih hatinya. Ada hari-hari di mana ia ingin sekali pulang dan
bertemu dengan kekasihnya. Namun apa daya, gunung, laut dan samudera memisahkan
mereka. Akhirnya ia hanya bisa memendam rindunya dalam-dalam sambil berharap waktu
berlalu lebih cepat lagi.
Setelah sekian tahun menunggu dan memendam bara rindu, akhirnya saat yang ditunggu
datang juga. Sang pemuda pulang ke kampung halamannya membawa selaksa rindu pada
keluarga dan terutama kekasihnya. Ia kemasi barang bawaannya dengan bernyanyi riang dan
kemudian naik pesawat dengan senyum selalu menghiasi wajahnya. Terbayang betapa
bahagianya ia akan bertemu kekasihnya yang telah terpisah sekian lama oleh jarak dan
waktu. Terbayang betapa rindunya selama ini akan segera terobati. Ibarat sebuah taman yang
kekeringan, bunga-bunga di hatinya akan segera tersirami dan bermekaran.
Tibalah ia di kampung halamannya disambut peluk cium dari keluarganya dengan penuh suka
cita. Namun ada yang aneh, ia sama sekali tak melihat sosok gadis yang sangat ia rindukan
ada menyambutnya. Dengan penasaran ia mencari-cari, tapi sosok yang dicarinya tak kunjung
nampak. Akhirnya, dengan sedikit kecewa ia bertanya pada keluarganya namun keluarganya
tidak segera menjawab dan hanya menyuruhnya untuk istirahat terlebih dahulu.
Setelah beberapa hari mencari tahu ihwal kekasihnya, maka terkejutlah ia bukan kepalang.
Ternyata kekasihnya telah pindah ke lain hati, telah bersama pemuda lain. Sang gadis telah
mengkhianati cinta dan janjinya. Kini, pupus sudah segala rindu, cinta dan sejuta perasaan
yang selama ini ia pendam. Musnahlah sudah semua mimpinya…
Tak kuasa menahan luka dan pedih di hatinya, air mata sang pemuda menetes membasahi
pipi dengan pandangan mata yang sayu. Dan lebih menyakitkan lagi ketika ia berjumpadengan sang gadis, ia bersikap seakan tidak mengenal sang pemuda sama sekali. Sikapnya
begitu angkuh, congkak dan sombong, berubah 180 ° dari sosok yang dahulu ia kenal sangat
lembut, perhatian dan sangat sayang padanya. Hampir-hampir sang pemuda tidak percaya
dengan kenyataan yang ada di hadapannya. Tak percaya…, tapi itulah kenyataannya. Sepedih
apa pun perasaannya, itulah yang harus ia terima sebagai realitas hidupnya. Tiada yang
terlukis di hatinya saat itu selain kepedihan luka selaksa sayatan sembilu.
Hari-hari berlalu, kenyataan pahit itu bak mimpi buruk yang menghantui dalam tidurnya. Sulit
rasanya menerima kenyataan yang bertolak belakang dengan apa yang diinginkan. Sulit sekali
rasanya harus mencabut cinta yang telah berurat dan berakar sangat dalam. Muka ditampar
mungkin sehari akan sembuh, tapi hati dilukai siapa yang akan mengobati. Kenangan indah
masa lalu bagai mimpi, hanya sekejap singgah lalu pergi…
Love is blind , begitu kata pepatah. Mungkin karena cinta bisa membutakan mata hati dari
akal yang sehat. Demikian juga karena putus cinta, seseorang bisa bunuh diri karena akal
sehatnya tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena terhalang emosi yang membabi buta.
Rasa marah, kecewa, takut, sedih, frustasi, merana bergabung jadi satu. Akhirnya pikiran
merasa overload atau kelebihan beban dari kapasitas yang seharusnya. Jadi stes dech…
Nah sahabat, bukan sebuah keputusasaan perasaan yang hendak saya kemukakan. Tapi
segera setelah kenyataan pahit yang dialami sang pemuda, seiring berjalannya waktu, ia
bertanya pada hati kecilnya, ia (baca: emosinya) berdebat dengan akal sehatnya tentang apa
yang benar yang harus dilakukan dan tentang hal bodoh yang harus ia tinggalkan. Ia berjuang
mati-matian melawan dirinya sendiri, ia memulai pencarian diri, mencari hakikat hidup yang
sebenarnya…
Banyak remaja atau muda-mudi yang terjebak dalam perasaan yang salah dalam menghadapi
situasi yang populer dengan sebutan " broken heart" ini, yang kalau dibiarkan akan berakibat
mengerikan dan berkubang dalam kesedihan berlarut-larut atau pelampiasan emosi yang
menghancurkan masa depan. Seperti lari pada minuman keras, narkotika, pergaulan bebas,
dan lain sebagainya. Akhirnya fenomena ini menjadi seperti lingkaran setan.
Padahal tidak ada yang kekal di dunia ini. Apa pun yang namanya kesedihan, kekalahan,
keputusasaan, perasaan hancur, dan keadaan buruk yang tidak kita sukai sejenis itu hanyalah
sementara. Sebagaimana kata orang bijak, "Badai Pasti Berlalu."
Maka sahabat, jangan ada kata patah hati, jangan ada kata putus asa! Yang ada hanyalah
belajar dan terus belajar dari kehidupan, guna meraih sukses sejati, sukses dunia-akhirat!
Semoga bermanfaat…
No comments:
Post a Comment